Sabtu, 20 Februari 2016

Surat untuk Kakak

Surat untuk kakakku
Kak, bagaiamana kabarmu disana bersama keluarga barumu?
Kuharap kau baik-baik saja
Kuharap juga rumah tanggamu juga baik tanpa ada keretakan
Kau ingat kak? Sudah berapa tahun bapak kita meninggalkan rumah?
Sudah hampir tiga tahun bapak meninggalkan rumah
Dengan tiba-tiba tanpa meniinggalkan pesan apapun

Kini, kau menjadi nahkoda dua kapal kak
Atas rumah tanggamu sendiri
Dan rumah kita kak

Sekarang di rumah tinggal aku dan ibu
Tak tega hati aku melihat ibu sendirian menjaga rumah dan bekerja membanting tulang
Meskipun tiap kali melihat, mata ibu selalu menunjukkan ketegaran dan keikhlasan
Tapi tangis tak bisa disembunyikan

Tiap malam kulihat mata sembam ibu
Tak berani aku bertanya mengapa
Aku takut malah akan membangkitkan kenangan tentang bapak

Oh iya, ini tentang bapak kak
Memang banyak cibiran tentang beliau
Tapi aku tak peduli
Bagaimana pun juga
Beliau tetap bapakku

Sekarang kak
Jadilah panutan hidup bagi keluargamu, aku, dan juga ibu
Jangan kau bertindak kekanak-kanakan

Dan terakhir
Semoga Tuhan selalu memberkatimu
Amin


Antara kau, tas selempang, dan payudaramu

Jangan berkipir negatif dulu tetntang isi dari artikel ini, mari kita cermati dan pikirkan bersama. Bicara tentang payudara wanita, merupakan salah satu pembeda antara pria dan wanita, dimana payudara pria tak bias berkembang seperti wanita. Beberapa hari ini pikiran saya berkecamuk. Ya, ini gara-gara wanita dan payudaranya. Asal muasal, saya selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi GOR di kampus saya untuk melihat pertandingan basket, sempat terkejut juga, banyak mahasiswa disini gemar memakai tas selempang, mungkin lagi nge-trend disini. 

Tapi tunggu, apa yang salah dengan tas selempang ini? Tak ada memang, tas itu hanya salah satu bagian dari aksesoris wanita. Tapi setelah diperhatikan perhatikan lagi, bagaimana cara wanita disini memakai tas selempang mereka menempatkan selempang tas mereka tepat berada kedua payudaranya sehingga apabila mereka memakai pakaian yang longgar, payudara mereka bisa tercetak akibat tertekan beban dari tas mereka. 

Sekali lagi , tak ada yang salah memang, tapi pandangan pria dan wanita berbeda. Bisa saja pria melihat hal itu dengan nafsu. Lalu ini salah siapa? Hmm.. saya juga tak tahu. 

Mungkin ini pelajaran untuk para pembaca wanita disini, apabila kalian menggunakan tas selempang, jangan sekali-sekali menempatkan tali tas kaian berada diantara kedua payudara kalian, pakailah tas selempang di salah satu bahu, atau tempatkan tali tas kalian dipinggir payudara kalian. Jangan sampai hal itu membuat para pria yang melihatnya menimbulkan nafsu. Bukankah auratmu harus tertutup?

Kamis, 27 Agustus 2015

PROYEK PEMERINTAH INI TERNYATA MERUGIKAN BANYAK PIHAK



Pemerintah telah berkomitmen untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35 ribu Megawatt (MW) dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Sepanjang 5 tahun ke depan, pemerintah bersama PLN dan swasta akan membangun 109 pembangkit; masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta/Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW. Dan pada tahun 2015 PLN akan menandatangani kontrak pembangkit sebesar 10 ribu MW sebagai tahap I dari total keseluruhan 35 ribu MW.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7 persen setahun, penambahan kapasitas listrik di dalam negeri membutuhkan sedikitnya 7.000 megawatt (MW) per tahun. Artinya, dalam lima tahun ke depan, penambahan kapasitas sebesar 35.000 MW menjadi suatu keharusan. Kebutuhan sebesar 35 ribu MW tersebut telah dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.




4 Tahun Mangkrak, PLTU Terbesar ASEAN Ini Akhirnya Dibangun

Batang -Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terbesar di ASEAN berkapasitas 2 x 1.000 MW‎ di Batang, Jawa Tengah akan diresmikan pembangunannya pada hari ini. Pembangunan ditandai oleh peresmian oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Rencananya, Jokowi akan didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Hadir pula Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir.

Acara hari ini penting sebagai penanda dimulainya megaproyek yang mangkrak sejak 4 tahun lalu tersebut.

PLTU ini dibangun dan dikelola oleh PT Bimasena Power Indonesia, yang merupakan perusahaan patungan dari konsorsium J-Power, Itochu, dan‎ Adaro.

Kebutuhan dana investasi untuk membangun PLTU ini diperkirakan mencapai US$ 4 miliar, atau Rp 56 triliun. PLTU berdiri di atas lahan seluas 226 hektar di 3 desa, yakni Ujungnegoro, Karanggeneng, dan Ponowareng.

Sebelumnya megaproyek ini sempat tertunda pembangunannya akibat proses pembebasan lahan yang tak kunjung usai. Hingga Maret 2015 tercatat, dari 226 hektar lahan yang dibutuhkan, sekitar 12,5 hektar atau 5% belum bisa dibebaskan.

Meski lahan yang terbebas sudah mencapai 95%, sayangnya proses pembangunan belum bisa dimulai. Karena, lokasi tanah yang belum dibebaskan adalah lokasi penting yang nantinya akan menjadi lokasi berdirinya bangunan utama PLTU ini.



Proyek listrik 35.000 MW ini sepertinya kabar baik untuk kita semua, namun apakah anda tahu? Proyek ini telah mengorbankan banyak lahan pertanian, banyak petani kehilangan sawahnya. Setelah pembangunan beberapa PLTU, dampak buruk malah diterima masyarakat sekitar PLTU. Banyak kematian dini, dan juga menimbulkan banyak penyakit.


Angka-angka mengkhawatirkan ini didasarkan pada model atmosfer baru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Harvard, menggunakan model atmosfer transport-kimia canggih, GEOS-Chem.
"Indonesia berada di persimpangan jalan," kata Hindun Mulaika, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia. "Presiden Jokowi memiliki pilihan, tetap dengan pendekatan bisnis seperti biasa untuk menghasilkan listrik dan mengambil  kehidupan ribuan orang Indonesia, atau memimpin perubahan dan ekspansi yang cepat untuk energi yang aman, bersih, yaitu energi terbarukan.”
"Laporan baru ini jelas menunjukkan polusi batubara yang berdampak pada kehidupan rakyat Indonesia. Hidup berusia pendek akibat penyakit stroke, serangan jantung, kanker paru-paru, penyakit jantung, dan pernapasan lainnya. Sedihnya, dampak kesehatan juga banyak mencakup kematian pada anak-anak, "lanjut Hindun. "Ada juga biaya ekonomi yang serius, hingga saat ini, belum diperhitungkan."
Laporan ini diluncurkan menyusul pengumuman baru oleh Presiden Jokowi untuk membangun tambahan 35GW pembangkit listrik baru, dimana sebanyak 22GW diantaranya akan datang dari pembangkit listrik batubara.
"Kabar baiknya adalah bahwa pilihan Presiden menjadi jauh lebih jelas," kata Hindun. "Pertama, laporan ini menunjukkan dampak sebenarnya dari energi berbasis batubara pada kehidupan dan kesehatan rakyat Indonesia. Kedua, Indonesia memiliki kesempatan untuk meninggalkan teknologi kotor dan mengikuti pemimpin dunia lainnya beralih ke energi bersih. Hal ini akan menghasilkan lingkungan yang sehat, warga yang lebih aman dan lebih makmur, "pungkas Hindun.
Profesor Shannon Koplitz dari Harvard mengatakan "Emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara membentuk partikel dan ozon yang merugikan kesehatan manusia. Indonesia adalah salah satu negara di dunia dengan rencana terbesar untuk memperluas industri batubara, namun sedikit yang telah dilakukan untuk mempelajari dampak kesehatan yang ditimbulkannya. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa ekspansi batubara yang direncanakan secara signifikan dapat meningkatkan tingkat polusi di seluruh Indonesia. Biaya kesehatan manusia dari meningkatnya polusi batubara ini harus dipertimbangkan ketika membuat pilihan tentang masa depan energi Indonesia."
Ahli batubara dan polusi udara Greenpeace, Lauri Myllyvirta mengatakan: "Setiap pembangkit listrik berbahan bakar batubara baru berarti berisiko bagi kesehatan orang-orang Indonesia: "pembangkit listrik batubara yang diusulkan di Batang saja bisa menyebabkan 30.000 kematian dini melalui masa operasi 40 tahun. Ketika biaya energi terbarukan menurun dengan cepat dan dampak kesehatan yang serius batubara diperhitungkan, menjadi jelas bahwa ekonomi Indonesia akan mendapat manfaat lebih besar dari pengembangan energi terbarukan modern. "

Perjuangan Masyarakat Batang


Semarang,  Puluhan orang perwakilan warga Paguyuban UKPWR kembali melakukan aksi penolakan terhadap rencana pembangunan PLTU batubara Batang. Aksi kali ini dilakukan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah dimana perwakilan warga tersebut menyerahkan surat somasi kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Somasi ini dilakukan terkait dengan diterbitkannya surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/35 Tahun 2015 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Sisa Lahan Seluas 125.146 M2 Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah 2x1.000 MW di Kabupaten Batang.
“Kami masyarakat petani yang menggantungkan hidup dari lahan pertanian untuk menghidupi keluarga, membiayai keperluan sekolah anak-anak kami dan untuk memenuhi keperluan lainnya, menolak keras atas rencana Pembangunan PLTU batubara Batang karena keberadaan lahan pertanian sangat penting bagi kelangsungan hidup kami”, ucap Karomat,  salah seorang pemilik lahan di desa Ujungnegoro.

Karomat menambahkan bahwa lahan yang akan dipilih sebagai lokasi untuk pembangunan PLTU tersebut merupakan lahan pertanian produktif yang telah dikelolanya sejak lama dan turun-temurun hingga sekarang. Hasil pengelolaan lahan tersebut dapat mencukupi kebutuhan keluarganya dengan sejahtera.

Berdasarkan surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/35 Tahun 2015 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Sisa Lahan Seluas 125.146 M2 Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah 2x1.000 MW di Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah yang dikeluarkan pada tanggal 30 Juni 2015, PT. PLN (Persero) akan melakukan pembebasan lahan yang masih dikuasai oleh masyarakat melalui ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia, Desriko mengatakan bahwa penerbitan surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/35 Tahun 2015 beserta lampirannya itu secara nyata telah melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Dimana tindakan Gubernur Jawa Tengah yang menetapkan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah 2x1.000 MW di atas tanah milik masyarakat tanpa terlebih dahulu melakukan sosialisasi dan konsultasi yang melibatkan pihak yang berhak sebagaimana diatur dalam UU No.2 tahun 2012.

“Pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan oleh pemerintah atas proyek yang direncanakan oleh pemerintah sendiri. Proyek itu harus dimuat terlebih dahulu dalam dokumen rencana pembangunan yang dilakukan oleh instansi yang memerlukan. Selain itu dananya harus bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Hubungan PT. Bhimasena Power Indonesia (BPI) dengan PT. PLN (Persero) hanya sebatas hubungan sebagai penjual dan Pembeli, sehingga investasi ini murni kepentingan swasta atau kepentingan bisnis. Maka terhadap hal itu, Gubernur Jawa Tengah selaku Pemerintah tidak tepat mengeluarkan kebijakan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang akan digunakan oleh BPI, dan itu jelas-jelas melanggar hukum,” tegasnya.

Setelah mengumumkan secara resmi kondisi force majeure, terkait ketidaksanggupannya untuk melakukan pembebasan lahan di desa Karangeneng, Ujungnegoro dan Ponowareng, kini pihak PT. Bhimasena Power Indonesia (BPI) meminta bantuan PT. PLN (Persero) untuk melakukan pembebasan sisa lahan yang masih dikuasai masyarakat. Hal itu tertuang dalam perubahan ke 4 (empat) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik antara PT. Bhimasena Power Indonesia dengan PT. PLN (Persero) yang ditandatangani pada tanggal 16 Februari 2015 yang lalu. PT. Bhimasena Power Indonesia merupakan perusahaan gabungan (Joint Venture) dari tiga perusahaan yakni Electric Power Development Co., Ltd. (J-Power), perusahaan yang berbasis di Tokyo-Jepang dengan kepemilikan saham sebesar 34 persen, PT Adaro Power, perusahaan yang berbasis di Indonesia dengan kepemilikan saham sebesar 34 persen dan ITOCHU Corporation, perusahaan yang berbasis di Tokyo-Jepang dengan kepemilikan saham sebesar 32 persen.

Keputusan Pemerintah untuk mengambil alih proses penyelesaian pembebasan lahan untuk PLTU Batang tidak membuat masyarakat surut mempertahankan lahan mereka. Masyarakat terus melakukan penolakan terhadap rencana pembangunan tersebut, hingga melakukan keberatan langsung kepada calon penyandang dana utama proyek ini yaitu Japan Bank International Cooperation (JBIC) di Tokyo, Jepang, baru-baru ini.

Penyerahan surat protes secara resmi kepada JBIC oleh warga Batang itu disaksikan anggota parlemen Jepang, dua eksekutif dari Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Industri (METI), dua dari Kementerian Tenaga Kerja Jepang serta satu orang dari Kementerian Luar Negeri Jepang serta disaksikan oleh beberapa orang perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan dan Hak Asasi Manusia di Jepang. Di akhir pertemuan pihak JBIC menyatakan akan meninjau ulang rencana pendanaan proyek energi kotor ini dan akan melakukan peninjauan ulang di lapangan serta melihat kenyataan yang ada di Batang dalam beberapa waktu mendatang. Hasil peninjauan itu dapat berujung pada penundaan atau pembatalan rencana JBIC untuk mendanai PLTU Batang.

Hingga kini perjuangan masyarakat Batang untuk menolak pembangunan PLTU Batang telah berlangsung selama empat tahun dan sekitar 71 pemilik tanah tetap bertahan untuk tidak akan menjual lahannya kepada PT. Bhimasena Power Indonesia atau PT. PLN (Persero).

Rencana pembangunan PLTU Batang telah banyak menciptakan persoalan di tengah-tengah masyarakat, mulai dari tindakan kekerasan, ancaman, krimininalisasi dan tekanan terhadap pemilik lahan di Desa Karangeneng, Ujungnegoro dan Ponowareng.